Pengiran muda bongsu

Sultan Haji Muhammad Ali[1][2]Pengiran Muda Bongsu (Muhammad Ustman Abdul Kaffi) anak bungsu Sultan Haji Muhammad Ali (Marhum Tumbang Dirumput) Ibni Sultan Muhammad Hasan. Pengiran Muda Bongsu melarikan diri ke negeri Sambas diperintahkan oleh Ibu Permaisuri Ratu Zulaiha untuk menyelamatkan dirinya dibawa lari oleh Datok Panglima Alibasa dari amukan Datok Pangiran Bendahara Hakkul Mubin yang ingin menuntut balas kematian anaknya yang tewas terbunuh tertikam Keris Pengiran Muda Bongsu. Tragedi Marhum Tumbang dirumput adalah Malang yang diderita Pengiran Muda Bongsu yang menyebabkan Ayahanda dan Bondanya menjadi korban amukan biadab dari Datok Bendahara Hakkul Mubin yang haus akan kekuasaan.

Dia telah memfitnah Pangiran Muda Bongsu sengaja membunuh anaknya dan membabi buta mengamuk dan membunuh Sultan Haji Muhammad Ali. (Marhum Tumbang Dirumput)

Dalam pelariannya, kehidupan Pengiran Muda Bongsu sangat terpuruk. Anak dari Sultan, sebagai pewaris tahta selanjutnya kini menjadi rakyat jelata hidup tiada arah.

Pengiran Muda Bongsu atau Muhammad Utsman Abdul Kaffi ibni Sultan Haji Muhammad Ali lahir di Kuala Belait Brunei sekira tahun 1640, setelah tragedi yang dikenal dengan Marhum Tumbang Dirumput beliau menetap di Sambas bersama saudara sepupunya yakni Raden Sulaiman ibni Pengiran Muda Tengah (Ibrahim Ali Omar Syah) atau Raja Tengah yang menikah dengan Raden Mas Ayu Baiduri atau Tan Baiduri anak bungsu dari Ratu Timbang Paseban kemudian oleh Ratu Anom Kusuma Yuda yaitu abang dari isterinya yang saat itu berkuasa diangkat sebagai Wazir di Penembahan Sambas di Kota Lama atau Galing.

bersama Raden Sulaiman membantu Raja yg digelar Ratu Anom Kusuma Yuda dalam siasat pemerintahan Panembahan Sambas. Kelihaian Pengiran Muda Bongsu dalam pemerintahan telah menarik perhatian Ratu Anom Kusuma Yuda. Ratu Anom Kusuma Yuda kemudian menikahkan adik bungsunya bernama Raden Mas ayu Baiduri atau Tan ayu Kusuma ningrat.

Pengiran Muda Bongsu menikah dengan Raden Mas Ayu Baiduri di perkirakan pada tanggal 18 Mei 1665 di Sambas.

Raden Sulaiman ibni Sultan Tengah telah berselisih dengan adik dari Ratu Anom Kusuma Yuda bernama Raden Arya Mangkurat, sehingga Raden Sulaiman bersama pengikutnya memilih menghindar ke Lubuk Madung.

Melihat kejadian itu Pengiran Muda Bongsu bersama istrinya Raden Mas Ayu Baiduri memutuskan untuk ikut bersama Raden Sulaiman ke Lubuk Madung membangun perkampungan baru.

Pengetahuan Pengiran Muda Bongsu tentang agama Islam yang luas membuat Raden Sulaiman memerintahkan Pengiran Muda Bongsu agar mengajar Agama Islam kepada pengikutnya.

Pengiran Muda Bongsu dan istri Raden Mas Ayu Baiduri dikaruniai anak pertama yang di beri nama Muhammad Utsman Abdul Makki[3], yang nanti dari keturunan inilah lahir pahlawan yang menjaga kedaulatan Kesultanan Sambas, Brunei dan Mempawah. Pengiran Muda Bongsu atau Muhammad Utsman Abdul kaffi ( Tan Kaffi )  dikaruniai 7 anak.


1. Muhammad Utsman Abdul Makki / Pengiran Jaafar Su'an

2. Muhammad Utsman Abdul Azis / Pangiran Raja Bendahara Muhammad Alam

3. Muhammad Utsman Abdul Razaq / Syekh Ahmad Khotib Sambas

4. Sitti Dayang Ruhaya / Putri Anjong Metapa

5. Sitti Dayang Fatimah / Dayang Alu Sulu

6. Muhammad Utsman Abdul Manaf / Syech Maulana Arsyad Al banjari / Pangeran Jati Negara

7. Muhammad Utsman Abdul Latif / Tan Yunus / Pangiran Abdi Negeri (Panembahan Mempawah)

7 keturunan Pangiran Muda Bongsu inilah yang digelar Keturunan 7 serangkai.

Muhammad Utsman Abdul kaffi / Pengiran Muda Bongsu ibni Sultan Haji Muhammad Ali Ibni Sultan Muhammad Hasan ibni Sultan Saiful rizal ibni Pangiran Besar Tajudin Ibni Sultan Bolkiah ibni Sultan Sulaiman Ibni Sultan Syarif Ali Al-Barakat. Adalah pewaris tahta Kesultanan Brunei, Namun itu semua tidak terwujud di kerenakan tragedi yg menimpa ayahanda Sultan Haji Muhammad Ali yg dibunuh oleh pangeran Bendahara Hakkul Mubin, dan karena hal itulah Pengiran Muda Bongsu enggan kembali ke tanah kelahirannya di Brunei. Beliau berdiam diri di Sambas pada tahun 1662 M hingga 1705 M.

Datangnya utusan dari Sultan Muhyiddin untuk menjemput pulang Pengiran Muda Bongsu ke tanah kelahirannya, kerna niat Baginda Sultan Muhyiddin untuk mengembalikan tahta Kesultanan Brunei kepada Putera bungsu Sultan Haji Muhammad Ali yang telah lama menghilang tiada kabar. Sultan Muhyiddin terus mencari keberadaan adik iparnya dan melalui Kesultanan Johor sekira pada tahun 1698 M datang lah surat dari Kesultanan Johor ke Kesultanan Sambas. Isi surat itu menanyakan keberadaan Pangiran Muda Bongsu. Alhamdulillah surat itu segera di balas oleh Pengiran Muda Bongsu ke Kesultanan Johor yang menerangkan bahwa keberadaan beliau saat itu berada di kesultanan Sambas. Menerima balasan surat tersebut kemudian Sultan Muhyiddin yang menikah dengan kakak kandung Pengiran Muda Bongsu bernama Raja Sari langsung mengirim utusan menjemput Pengiran Muda Bongsu untuk mau menerima ditabalkan sebagai Sultan di Brunei. Pengiran Muda Bongsu kemudian mengirimkan dua puteranya bernama Muhammad Ustman Abdul Makki digelar Pengiran Jaafar Su'an dan Muhammad Ustman Abdul Aziz untuk menerima titah dari Sultan Muhyiddin. Pada waktu yang hampir bersamaan juga Raden Sulaiman atau Sultan Muhammad Tsyafioeddin menyerahkan tahta Kesultanan Sambas kepada anaknya Raden Bima menjadi Sultan Sambas, membuat Pengiran Muda Bongsu juga berundur diri dari Kesultanan Sambas dan memilih pindah dan berdiam di sebuah perkampungan baru menyiarkan ajaran agama Islam, sekaligus menghantarkan ke 2 peteranya menuju Kesultanan Brunei untuk menggantikan posisinya sebagai Putera Mahkota pewaris Tahta Kesultanan Brunei.

Pengiran Muda Bongsu wafat sekira tahun 1730 saat usia anak bungsunya Muhammad Utsman Abdul Latif berusia 16 tahun.

Tragedi Marhum Tumbang dirumput bukanlah Tragedi yang disebabkan oleh Pengiran Muda Bongsu tapi Tragedi itu tiada kesengajaan dan dimanfaatkan oleh Pangiran Bendahara Hakkul Mubin untuk merebut kekuasaan di Kesultanan Brunei karena ambisinya yg tinggi. Kejahatan yg dilakukan oleh Pangiran Bendahara Hakkul Mubin ini dibalas oleh menantu sekaligus anak kemanakan Sultan Haji Muhammad Ali yaitu Sultan Muhyiddin ibni Sultan abdul Jailul Akbar.

Perang ini merupakan sejarah kelam perang saudara di Kesultanan Brunei antara Sultan Muhyiddin dengan Sultan Abdul Hakkul Mubin [4] [5] [6] [7] [8]