Melaka Portugis merupakan kawasan jajahan Kerajaan Portugis yang menguasai kawasan Melaka selama 130 tahun (1511-1641).

Melaka Portugis
Fortaleza de Malaca
BandarMelaka
1511–1641
Bendera Melaka
Jata Melaka
Bendera Jata
Melaka Portugis
Melaka Portugis
StatusJajahan
Ibu negaraBandar Melaka
Bahasa yang umum digunakanBahasa Portugis, Bahasa Melayu Riau
Raja 
• 1511-1521
Manuel I
• 1640-1641
João IV
Kapten-Mejar 
• 1512-1514
Rui de Brito Patalim (pertama)
• 1638-1641
Manuel de Sousa Coutinho (terakhir)
Kapten-Jenderal 
• 1616-1635
António Pinto da Fonseca (pertama)
• 1637-1641
Luís Martins de Sousa Chichorro (terakhir)
Era SejarahImperialisme
• Runtuhnya Kesultanan Melayu Malaka
Tahun 1511 1511
• Runtuhnya Melaka Portugis
14 Januari 1641
Mata wangDinheiro Portugal (DMP)
Didahului oleh
Diganti oleh
Kesultanan Melayu Melaka
Melaka Belanda

Dengan kejatuhan Kesultanan Melayu Malaka pada 15 Ogos 1511, Afonso de Albuquerque mencuba mendirikan benteng pertahanan untuk melawan serangan Sultan Mahmud Shah. Maka, terbentuknya Fortaleza de Malaca.

Sejarah

sunting

Menurut sejarawan Portugis abad ke-16, Manuel Godinho de Erédia (1563-1623), tempat bandar lama Melaka mendapatkan namanya dari pokok melaka yang tumbuh di sepanjang tepian sebuah sungai bernama Airlele (Ayer Leleh). Sungai Airlele bersumber dari Buquet China (Bukit Cina). Erédia mencatat bahawa bandar ini ditubuhkan oleh Parameswara.

Parameswara adalah pengasas Kesultanan Melaka dan pengasas Temasek (Singapura), yang berasal dari Palembang-Sumatera.

Perebutan Melaka

sunting

Pengkhabaran kemakmuran Melaka sampai ke pendengaran Raja Portugal, Manuel I. Beliau lalu mengutuskan Laksamana Diogo Lopes de Sequeira berlayar ke Melaka untuk menjalin persekutuan dagang dengan penguasanya sebagai wakil Portugal di timur India. Setelah saja beliau tiba di Melaka pada 1509 dan menjadi orang Eropah pertama yang bertapak di Melaka bahkan di Asia Tenggara. Kedatangannya disambut mesra oleh Sultan Mahmud Syah, namun tidak lama kemudian kemalangan datang menyusul.[1] Persaingan umum antara kalangan penduduk Islam dan Kristian disebarkan oleh sekelompok Muslim Goa India di lingkungan istana setelah Goa dikalahkan oleh Portugis.[2] Pedagang Muslim antarabangsa meyakinkan Mahmud yang Portugis dapat mendatangkan ancaman maut. Oleh itu, Mahmud kemudian menangkap beberapa anak buah Sequeira, membunuhnya, dan menyerang keempat-empat kapal Portugis yang akhirnya sanggup melarikan diri. Pihak Portugis telah diberi pengajaran dari pengalaman mereka di India yang penjajahan merupakan satu-satunya cara untuk dapat menancapkan kuasa mereka di Melaka.[1]

Pada April 1511, Afonso de Albuquerque bertolak dari Goa menuju Malaka, membawa 1200 orang tentara dengan tujuh belas atau delapan belas kapal.[1] Sang Raja Muda mengajukan sejumlah tuntutan, salah satunya adalah izin mendirikan sebuah benteng sebagai pos dagang Portugis di dekat kota.[2] Sultan menolak seluruh tuntutan, konflik tak terelakkan lagi, dan setelah bertempur selama 40 hari, Malaka pun jatuh ke tangan Portugis pada 24 Agustus . Pertikaian sengit antara Sultan Mahmud dan puteranya Sultan Ahmad turut pula melemahkan pihak Malaka.[1]

Selepas kekalahan Kesultanan Malaka pada 15 Agustus 1511 dalam peristiwa perebutan Malaka, Afonso de Albuquerque mulai berupaya membangun kubu pertahanan tetap guna bersiap menghadapi serangan balasan dari Sultan Mahmud. Sebuah benteng dirancang dan dibangun mengelilingi sebuah bukit, menyusuri garis pantai, di tenggara muara sungai, menempati bekas lahan istana Sultan. Albequerque tinggal di Malaka sampai November 1511 demi mempersiapkan pertahanan Malaka menghadapi segala bentuk serangan balasan dari orang-orang Melayu.[1] Sultan Mahmud Syah melarikan diri meninggalkan Malaka.

Bandar Portugis di kawasan yang tak bersahabat

sunting
 
"Fábrica da Cidade de Malaca: Intramuros Anno 1604" (Pembangunan Kota Malaka: Kawasan Dalam Benteng Tahun 1604) karya Manuel Godinho de Eredia.

Sebagai pusat niaga kerajaan Kristian Eropah pertama di Asia Tenggara, Melaka dikelilingi oleh banyak negara Muslim baru. Selain itu, akibat kontak awal yang tak bersahabat dengan kekuasaan Melayu setempat, Maeaka Portugis harus berhadapan dengan sikap permusuhan yang sengit. Kota ini bertahan digempur peperangan bertahun-tahun yang dikobarkan sultan-sultan Melayu demi menyingkirkan orang-orang Portugis dan kembali menduduki negerinya. Sultan Mahmud beberapa kali berusaha merebut kembali ibu kota Malaka. Beliau menghimbau dukungan dari sekutunya Kesultanan Demak di Jawa yang, pada 1511, menanggapi dengan mengirimkan angkatan perang laut sebagai bala bantuan. Di bawah pimpinan Pati Unus, Sultan Demak, kerja sama Melayu–Jawa itu berakhir gagal dan sia-sia. Portugis balas menyerang membuat sultan melarikan diri ke Pahang. Sultan kemudian bertolak ke Pulau Bintan - Kepulauan Riau, tempat beliau mengamankan diri. Setelah memiliki pangkalan baru, sultan mulai menghimpun pasukan-pasukan Melayu yang tercerai-berai lalu mengatur sejumlah penyerbuan dan blokade untuk menggempur pihak Portugis. Serangan yang bertubi-tubi datangnya membuat Portugis sangat menderita. Pada 1521, untuk kedua kalinya, Kesultanan Demak dari Jawa melancarkan peperangan guna membantu Sultan Melayu merebut kembali Malaka, namun juga berakhir gagal untuk kedua kalinya, bahkan merenggut nyawa Sultan Demak sendiri. Beliau kelak dikenang sebagai Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran yang menyeberang (Laut Jawa) ke Utara (Semenanjung Melayu). Serangan-serangan itu menjadikan Portugis yakin bahwa sultan yang tersingkir itu harus dibungkam. Berkali-kali Portugis berusaha menekan pasukan Melayu, namun barulah pada 1526 Portugis berjaya. Sultan Malaka kabur yang ketiga kalinya ke Kampar di Riau, Sumatera, tempat beliau mangkat dua tahun kemudian. Beliau meninggalkan dua putera: Muzaffar Shah, dan Alauddin Riayat Shah II.

Muzaffar Shah dijemput dan dijadikan raja oleh rakyat di utara semenanjung sehingga berdirilah Kesultanan Perak. Sementara putera Mahmud lainnya, Alauddin, mewarisi jabatan ayahnya dan mendirikan ibu kota baru di selatan. Wilayah kekuasaannya adalah Kesultanan Johor, penerus Melaka.

Sultan Johor berulang kali berupaya merebut Malaka dari kekuasaan Portugis. Imbauan Sultan Johor yang disampaikan kepada Jawa pada 1550 ditanggapi oleh Ratu Kalinyamat, penguasa Kerajaan Jepara Jawa, dengan mengirimkan bala bantuan sebanyak 4.000 orang tentara yang diangkut 40 kapal untuk merebut Malaka. Pasukan Jepara kemudian menyatukan kekuatan dengan pasukan persekutuan Melayu dan berhasil mengumpulkan sekitar 200 kapal perang sebagai persiapan penyerbuan. Pasukan gabungan ini menyerbu dari utara dan merebut sebagian besar wilayah Malaka, namun Portugis mampu membalas dan memukul mundur para penyerangnya. Pasukan persekutuan Melayu dipukul mundur ke laut, sementara pasukan Jepara terus bertahan di darat. Pertempuran berlanjut di pantai dan di laut sehingga lebih dari 2.000 orang tentara Jepara terbunuh. Dua kapal Jepara didamparkan badai ke pantai Melaka menjadi mangsa Portugis. Hanya kurang dari setengah orang tentara Jepara yang sanggup lolos meninggalkan Malaka.

Pada 1567, Putera Husain Ali I Riayat Syah dari Kesultanan Aceh mengerahkan angkatan perang laut untuk memaksa pihak Portugis meninggalkan Malaka, namun serangan ini pun akhirnya gagal. Pada 1574 sebuah serangan gabungan dari Kesultanan Aceh dan pasukan Jawa dari Jepara kembali mencoba merebut Malaka dari Portugis, namun berakhir dengan kegagalan akibat kurangnya koordinasi.

Kota-kota lain yang tumbuh menjadi saingan seperti Johor membuat para saudagar Asia tidak lagi berlabuh di Malaka sehingga kota itu mengalami kemunduran sebagai sebuah kota niaga.[3] Alih-alih mencapai ambisinya menguasai jaringan niaga Asia, Portugis justru menjadikannya kacau-balau. Alih-alih terwujudnya sebuah kota pusat pertukaran kekayaan Asia, ataupun sebuah negara Melayu pengendali Selat Melaka yang menjadikannya aman bagi lalu-lintas niaga, yang timbul justru perdagangan yang terserak ke sejumlah kota di antara pahit-getir peperangan di Selat.[3]

Tindak balas tentera Cina terhadap Portugal

sunting
 
Uang timah Malaka Portugis dari zaman pemerintahan Raja Manuel I (1495-1521) dan Raja João III (1521-1557) yang ditemukan pada penggalian di sekitar muara Sungai Melaka oleh W. Edgerton, Residen Konsilor Melaka pada 1900.

Kesultanan Malaka adalah salah satu negara penyetor upeti sekaligus sekutu Dinasti Ming di China. Penaklukan Malaka oleh Portugal pada 1511 dibalas China dengan perlakuan kejam terhadap orang-orang Portugis.

Usai penaklukan Malaka, China menolak ditemui serombongan utusan Portugis.[4]

Maharaja China di Guangzhou memenjarakan dan menghukum mati banyak utusan diplomatik Portugis sesudah terlebih dahulu menyiksa mereka. Seorang duta Malaka telah memberitahu pihak China perihal perebutan Malaka oleh Portugis, yang ditanggapi China dengan menunjukkan sikap permusuhan terhadap orang-orang Portugis. Kepada pihak China duta Malaka itu membeberkan tipu-muslihat Portugis, yakni menyamarkan rencana penaklukan dengan pura-pura berdagang, dan mengisahkan pula kesulitan yang dialaminya akibat dijajah Portugis.[5] Malaka berada di bawah perlindungan China sehingga penaklukan Portugis itu membangkitkan murka China.[6]

Akibat keluhan yang diajukan Sultan Malaka mengenai penaklukan Portugis kepada Maharaja China, orang-orang Portugis disambut dengan sikap permusuhan oleh orang-orang China tatkala mereka tiba di China.[7] Keluhan Sultan itu telah menimbulkan "kesulitan besar" bagi orang-orang Portugis di China.[8] Orang-orang China sangat "tidak ramah" terhadap Portugis.[9] Sultan Malaka yang berada di Bintan selepas melarikan diri dari Malaka, mengirim pesan kepada pihak China, yang ditimpali perilaku bandit dan tindak kekerasan Portugis di China, menyebabkan pemerintah China menghukum mati 23 orang Portugis dan menyiksa yang lain di penjara. Setelah Portugis menempatkan pos-pos dagang dan melakukan kegiatan-kegiatan perompakan serta pengeroyokan di wilayahnya, pihak China membalas dengan menumpas tuntas Portugis di Ningbo dan Quanzhou.[10] Pires, seorang duta dagang Portugis, adalah salah satu di antara orang-orang Portugis yang meninggal dalam penjara China.[11]

Sekalipun demikian, seiring perlahan membaiknya hubungan, dan setelah Portugis membantu melawan gerombolan perompak Wokou di sepanjang pesisir China, pada 1557 Dinasti Ming akhirnya mengizinkan orang-orang Portugis untuk menetap di Makau dalam sebuah koloni dagang Portugis yang baru.[12] Kesultanan Melayu Johor turut pula memperbaiki hubungannya dengan Portugis, bahkan maju berperang bersama mereka melawan Kesultanan Aceh.

Boikot dan serangan balasan China

sunting

Beberapa orang China di Jawa menyumbangkan kapal-kapal guna membantu upaya-upaya kaum Muslim merebut kembali Malaka dari Portugal. Keterlibatan orang-orang China Jawa dalam perebutan kembali Malaka diriwayatkan dalam The Malay Annals of Semarang and Cirebon ("Sejarah Melayu Semarang dan Cirebon").[13] Saudagar-saudagar China berdagang dengan orang-orang Melayu dan orang-orang Jawa, tidak dengan Portugis.[14]

Penaklukan Belanda dan akhir Melaka Portugis

sunting

Menjelang permulaan abad ke-17, Kompeni Belanda (Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie, VOC) mulai berani menantang kekuasaan Portugis di Timur. Di masa itu, Portugis telah mengubah Malaka menjadi sebuah benteng yang tak tertembus, Fortaleza de Malaca, yang mengendalikan akses ke jalur-jalur pelayaran di Selat Malaka dan perdagangan rempah-rempah di sana. Belanda mulai melakukan penerobosan wilayah dan serangan kecil-kecilan terhadap Portugis. Upaya bersungguh-sungguh yang pertama adalah pengepungan Malaka pada 1606 oleh armada VOC ketiga dari Holandia beranggotakan sebelas kapal, di bawah komando Admiral Cornelis Matelief de Jonge yang mengakibatkan pecahnya pertempuran laut di Tanjung Rachado. Meskipun Belanda dibuat kabur kocar-kacir, lebih banyak korban berjatuhan di pihak armada Portugis yang dipimpin Martim Afonso de Castro, Raja Muda Goa, selain itu pertempuran ini mengakibatkan pasukan-pasukan Kesultanan Johor menjalin persekutuan dengan Belanda dan kelak juga dengan Kesultanan Aceh.

Sekitar kurun waktu itu, Kesultanan Aceh telah tumbuh menjadi sebuah kekuatan regional dengan kesatuan angkatan laut yang mengagumkan dan menganggap Malaka Portugis sebagai ancaman laten. Pada 1629, Sultan Iskandar Muda dari Kesultanan Aceh mengirim beberapa ratus buah kapal untuk menyerbu Malaka bersama Belanda dan johor menyerang dan akhirnya merebut Malaka dari Portugis pada bulan Januari 1641. Upaya kerja sama Belanda-Johor-Aceh ini ampuh menghancurkan kekuasaan Portugis, sehingga meredupkan pengaruh mereka di kawasan kepulauan itu. Belanda menduduki kota Malaka.

Fortaleza de Malaca

sunting
 
Porta de Santiago sekarang ini.

Cikal bakal tatanan pertahanan Kota Melaka adalah sebuah menara berbentuk persegi yang dinamakan Fortaleza de Malaca. masing-masing sisinya selebar 10 depa dan setinggi 40 depa, berdiri di kaki bukit pertahanan, sebelah-menyebelah dengan lautan. Mulai dari sisi timurnya dibangun tembok melingkar dari mortar dan batu, dan di tengah-tengah halaman bertembok itu digali pula sebuah sumur.

Dari tahun ke tahun, tembok dibangun sampai akhirnya mengelilingi seluruh bukit pertahanan. Benteng berbentuk segi lima mula-mula dibangun di titik terjauh dari tanjung di sebelah tenggara muara sungai menuju ke sebelah barat Fortaleza. Pada titik ini dibangun dua tembok pertahanan yang membentuk sudut siku-siku dan menyusuri garis pantai. Yang satu dibangun sepanjang 130 depa ke arah utara menuju muara sungai dan berakhir di baluwarti São Pedro, sementara yang lain dibangun sepanjang 75 depa ke arah timur, menyusuri garis pantai, dan berhujung di gerbang dan selekoh Santiago.

Dari selekoh São Pedro, tembok berbelok ke arah timur-laut sepanjang 150 depa, melewati gerbang Pelataran Rumah Cukai dan berakhir pada titik paling utara dari benteng, yakni selekoh São Domingos. Dari gerbang São Domingos, dibangun tembok pertahanan dari timbunan tanah sepanjang 100 depa ke arah tenggara sampai ke selekoh Madre de Deus. Dari sini, mulai dari gerbang Santo António, pembangunan diteruskan melewati selekoh Onze Mil Virgens hingga berakhir di gerbang Santiago.

Panjang keseluruhan tembok pertahanan mencapai 655 depa ditambah sedepa kurang 10 tapak tangan.

Gerbang

sunting

Benteng Kota Melaka memiliki empat gerbang;

  1. Porta de Santiago
  2. Gerbang Pelataran Rumah Cukai
  3. Porta de São Domingos
  4. Porta de Santo António

Dari empat gerbang ini hanya dua yang terbuka untuk umum: Gerbang Santo António yang membuka akses ke kawasan pemukiman Yler, dan gerbang barat di Pelataran Rumah Cukai yang membuka akses menuju Tranqueira beserta Bazaar-nya.

Pembongkaran

sunting

Setelah tegak selama hampir 300 tahun, pada 1806, bangsa Inggris yang enggan merawat Benteng dan juga khawatir kekuatan-kekuatan Eropa lain akan menguasainya, memerintahkan untuk membongkarnya sedikit demi sedikit. Benteng Melaka nyaris lenyap tak berbekas andai tak dihalangi Sir Stamford Raffles yang berkunjung ke Melaka pada 1810. Yang tersisa dari benteng Portugis pertama di Asia Tenggara ini hanyalah Porta de Santiago, yang kini dikenal dengan sebutan A Famosa.

Pembinaan

sunting

Di luar pusat kota yang dilingkungi benteng, berdiri tiga perkampungan. Yang pertama adalah Upe (Upih), lazim disebut Tranqueira (sekarang Kampung Tengkera) yang berarti dinding pertahanan. Dua perkampungan lainnya adalah Yler (Hilir) atau Tanjonpacer (Tanjung Pasir), dan Sabba.

Tranqueira

sunting
 
Gambaran Benteng Tranqueira di Melaka lukisan Carl Friedrich Reimer, 1786.

Tranqueira adalah pemukiman suburban Melaka yang terpenting. Perkampungan ini berbentuk persegi panjang, dengan tembok pertahanan di batas utaranya, Selat Melaka sebagai batas selatannya, serta Sungai Melaka (Rio de Malaca) dan tembok fortaleza menjadi batas timurnya. Tranqueira adalah kawasan pemukiman utama Kota Melaka. Sekalipun demikian, bilamana perang meletus, warga Tranqueira akan diungsikan ke dalam benteng. Tranqueira dibagi menjadi dua paroki, São Tomé dan São Estêvão. Paroki São Tomé juga dikenal dengan nama Campon Chelim (Melayu: Kampung Keling) kerana mayoritas penghuninya adalah Orang Keling atau warga pendatang dari Kerajaan Kalingga di pesisir Pantai Koromandel. Paroki São Estêvão juga dinamakan Campon China (Kampung Cina).

Manuel Godinho de Erédia (1563-1623) mencatat bahawa di kawasan ini rumah-rumah terbuat dari kayu akan tetapi beratap genting. Sebuah jembatan batu dikawal askar melintas di atas sungai Melaka, menjadi jalan masuk ke dalam Benteng melalui Pelataran Rumah Cukai. Pusat niaga Melaka juga bertempat di Tranqueira, berdekatan dengan pantai di muara sungai, dan dijuluki Bazaar dos Jaos (Pasar Orang Jawa).

Kawasan ini sekarang dikenal sebagai Kampung Tengkera.

Kawasan Yler (Hilir) kurang lebih meliputi Buquet China (Bukit Cina) dan pesisir tenggara. Sumur di Buquet China adalah salah satu sumber air utama bagi warganya. Tengaran yang menonjol di kawasan ini meliputi Gereja Madre De Deus dan Biara Kapusin São Francisco. Tengaran menonjol lainnya adalah Buquetpiatto (Bukit Piatu). Batas-batas pemukiman tak bertembok ini konon merentang sejauh Buquetpipi dan Tanjonpacer.

Tanjonpacer (Melayu: Tanjung Pasir) kelak dinamakan Ujong Pasir. Kini di Melaka, di kawasan ini masih terdapat sebuah komunitas keturunan para pendatang Portugis. Perkampungan Yler saat ini dikenal dengan nama Banda Hilir. Reklamasi daratan di zaman modern (dengan tujuan pembangunan kawasan niaga Melaka Raya) telah melenyapkan akses ke laut yang dahulu dimiliki Banda Hilir.

Rumah-rumah di perkampungan ini dibina menyusuri tepian sungai. Beberapa pribumi Melayu Muslim, penghuni asli Kota Melaka, mendiami rawa-rawa yang ditumbuhi pohon Nypeiras, tempat mereka membuat arak Nypa (Nipah) melalui proses penyulingan untuk diperdagangkan. Perkampungan ini dianggap sebagai kawasan hunian terjauh dari kota, kerana merupakan kawasan peralihan menuju pedalaman Melaka, tempat melintas kayu dan arang yang dibawa masuk ke Kota. Beberapa paroki juga berlokasi di luar kota di sepanjang sungai; São Lázaro, Nossa Senhora de Guadalupe, dan Nossa Senhora da Esperança. Orang-orang Melayu Muslim mendiami lahan-lahan pertanian yang jauh masuk ke pedalaman.

Kelak di era Belanda, Inggris, dan kemudian Kota Melaka modern, nama Sabba terabai dan terlupakan. Sekalipun demikian, di masa lampau perkampungan ini meliputi kawasan-kawasan yang kini dikenal sebagai Banda Kaba, Bunga Raya, Kampung Jawa, dan pusat Kota Melaka modern.

Imigrasi Bangsa Portugis

sunting

Penduduk Portugis di pegangan kolonial mereka (termasuk Melaka) lazimnya terbahagi kepada 5 golongan:[15]

  • Soldados, atau golongan askar yang diperbuat daripada lelaki bujang yang ditugaskan untuk mempertahankan kota Melaka. Ketika tiada pertempuran, mereka biasanya diupah oleh Fidalgo (Bangsawan Portugis) untuk menjadi askar peribadi sehingga dikerah untuk pertahanan.
  • Casados, iaitu peneroka yang sudah berkahwin. Golongan ini diperintah secara langsung di bawah pentadbiran rasmi Portugal, Estado da India. Mereka diperbuat daripada fidalgo, soldados yang sudah bersara dan golongan bawahan yang berhijrah untuk memulakan hidup baharu. Memandangkan kebanyakan pendatang ini adalah kaum lelaki, mereka terpaksa berkahwin dengan penduduk tempatan tanah jajahan, Akibatnya, terdapat ramai anak casados yang mempunyai darah campuran.[16]
  • Moradores, iaitu peneroka yang tidak berada di bawah pentadbiran rasmi Portugal. Mereka hanya mendapat kebenaran untuk bertempat di kawasan sekitar kubu Portugis dan mentadbir sesama sendiri. Biasanya mereka terdiri daripada pedagang yang mendirikan penempatan jangka panjang.
  • Ministrios, atau pegawai diraja yang dilantik untuk tempoh jangka pendek. Contoh jawatan yang dipegang adalah ouvidor (Majistret Diraja) dan Vedor da Fazenda (Penguasa Kewangan).
  • Religioso, atau golongan agamawan. Mereka ialah pegawai Katolik yang diberikan amanah Paus untuk berkhidmat di bawah Keuskupan Melaka yang di bawah seliaan Keuskupan Agung Goa yang ditubuhkan pada tahun 1557. Orde yang terdapat di Melaka termasuklah Kapusin, Augustinian dan Dominican.[17] Melaka juga digunakan sebagai perhentian sementara untuk paderi Jesuit yang menuju ke Jepun dan Cina, termasuklah Francis Xavier.[18]

Bangsa Portugis juga mengirim banyak Órfãs d'El-Rei ke negeri-negeri jajahannya di Afrika, India, dan juga ke Melaka. Secara harfiah Órfãs d'El-Rei berarti "Yatim-Piatu Raja", yakni gadis-gadis yatim-piatu Portugis yang dikirim ke negeri-negeri jajahan di seberang lautan untuk menikah baik dengan warga pendatang Portugis maupun dengan pribumi berderajat mulia.

Pemerintahan Portugis di Melaka

sunting

Melaka merupakan salah satu pucuk utama Portugis di Timur di bawah seliaan Estado da India yang berpusat di Goa. Estado da India mempunyai seorang Gabenor/Viceroy. Melaka sendiri ditadbir seorang Capitao-Mor de Malacca (Kapten-Mejar Melaka) yang menjalankan pentadbiran dari dalam Fortaleza. Beliau dilantik setiap tiga tahun oleh Raja Portugal.

Pada tahun 1552, Melaka diangkat dan diwartakan menjadi sebuah camara (bandar)[19]. Pentadbirannya dijalankan oleh Senado de Camara (Majlis Bandar) yang biasanya dianggotai fidalgos, procuradores dos mesteres (wakil pedagang dan persatuan) dan rakyat yang diltantik.[20] Camara menjadi badan yang mewakili suara dan kepentingan casados yang menggunakannya untuk menjadi cara perhubungan antara mereka dan Mahkota Diraja Portugal.

Badan khas yang juga wujud di Melaka ialah Misericordia iaitu Rumah Kebajikan yang memberikan khidmat kewangan, perubatan dan juga pendidikan, khususnya kepada orang Kristian di Melaka tanpa mengira latar belakang. Mereka ditadbir oleh sebuah mesa yang diketuai seorang Provedor. Mereka juga bertindak sebagai wasi kewangan kepada mereka yang mewasiatkan harta mereka kepada Misericordia.[21]

Berkenaan dengan hal penduduk tempatan, struktur pentadbiran Melaka sebelum dijajah dikekalkan. Malah pada mulanya, Afonso de Albuquerque ingin Sultan Mahmud Shah kembali memerintah di bawah seliaan Portugis, tetapi tidak berjaya melakukan demikian.[22] Jawatan Bendahara, Temenggung dan Shahbandar juga dikekalkan tetapi dilantik dari kumpulan bukan Islam.

Pada tahun 1571, Raja Sebastião I telah cuba untuk memisahkan Estado da India kepada tiga bahagian dengan Melaka menjadi salah sebuahnya di bawah gabenor tersendiri. Namun, percaturan ini tidak menjadi nyata dan struktur pentadbiran Portugis kekal tanpa perubahan drastik sehingga 1641.[23]

Menurut Eredia, pada tahun 1613 penyelenggara pemerintahan Portugis di Melaka adalah seorang Capitão-mor (Kapitan-mayor, Pemimpin Besar) yang ditunjuk untuk menjabat selama tiga tahun, seorang Uskup beserta para pejabat gereja yang menandakan keberadaan komunitas Kristen setingkat keuskupan di Melaka, dan para pejabat kotapraja, yakni pegawai-pegawai Kerajaan Portugal yang menangani urusan keuangan dan kehakiman beserta seorang petinggi pribumi berpangkat Bendahara untuk mengatur penduduk muslim pribumi dan warga asing yang bertempat tinggal di dalam wilayah hukum Portugis.

Senarai Kapten-Mejar Melaka (Capitão-mor de Malacca)

sunting
 
Kapten-Mejar Melaka (1512–1641)
No. Kapten-Mejar Dari Sehingga Raja
1 Ruy de Brito Patalim 1512 1514 Manuel I
2 Jorge de Alburquerque 1514 1516
3 Jorge de Brito 1516 1517
4 Nuno Vaz Pereira 1517 1518
5 Alfonso Lopes da Costa 1518 1520
6 Jorge de Alburquerque 1521 1525 Manuel I

John III

7 Pedro Mascarenhas 1525 1526 John III
8 Jorge Cabral 1526 1528
9 Pero de Faria 1528 1529
10 Garcia de Sà 1529 1533
11 Dom Paulo da Gama 1533 1534
12 Dom Estevao da Gama 1534 1539
13 Pero de Faria 1539 1542
14 Ruy Vaz Pereira 1542 1544
15 Simão Botelho 1544 1545
16 Garcia de Sà 1545 1545
17 Simão de Mello 1545 1548
18 Dom Pedro da Silva da Gama 1548 1552
19 Licenciado Francisco Alvares 1552 1552
20 Dom Alvaro de Ata de Gama 1552 1554
21 Dom Antonio de Noronha 1554 1556
22 Dom João Pereira 1556 1557
23 João de Mendonça 1557 1560 John III

Sebastian I

24 Francisco Deça 1560 1560 Sebastian I
25 Diogo de Meneses 1564 1567
26 Leonis Pereira 1567 1570
27 Francisco da Costa 1570 1571
28 António Moniz Barreto 1571 1573
29 Miguel de Castro 1573 1573
30 Leonis Pereira ou Francisco Henriques de Meneses 1573 1574
31 Tristão Vaz da Veiga 1574 1575
32 Miguel de Castro 1575 1577
33 Aires de Saldanha 1577 1579 Sebastian I

Henry I

34 João da Gama 1581 1582 Philip I
35 Roque de Melo 1582 1584
36 João da Silva 1584 1587
37 João Ribeiro Gaio 1587 1587
38 Nuno Velho Pereira 1587 15xx
39 Diogo Lobo 15xx 15xx
40 Pedro Lopes de Sousa 15xx 1594
41 Francisco da Silva Meneses 1597 1598
42 Martim Afonso de Melo Coutinho 1598 1599 Philip I

Phillip II

43 Fernão de Albuquerque 1599 1603 Phillip II
44 André Furtado de Mendonça 1603 1606
45 António de Meneses 1606 1607
46 Francisco Henriques 1610 1613
47 Gaspar Afonso de Melo 1613 1615
48 João Calado de Gamboa 1615 1615
49 António Pinto da Fonseca 1615 1616
50 João da Silveira 1617 1617
51 Pedro Lopes de Sousa 1619 1619
52 Filipe de Sousa ou Francisco Coutinho 1624 1624 Phillip III
53 Luis de Melo 162. 1626
54 Gaspar de Melo Sampaio 16xx 1634
55 Álvaro de Castro 1634 1635
56 Diogo de Melo e Castro 1630 1633
57 Francisco de Sousa de Castro 1630 1636
58 Diogo Coutinho Docem 1635 1637
59 Manuel de Sousa Coutinho 1638 1641 Phillip III

John IV

Rujukan

sunting
  1. ^ a b c d e Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c. 1300, Edisi ke-2. London: MacMillan. m/s. 23. ISBN 0-333-57689-6.
  2. ^ a b Mohd Fawzi bin Mohd Basri; Mohd Fo'ad bin Sakdan; Azami bin Man (2002). Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah Sejarah Tingkatan 1. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. m/s. 95. ISBN 983-62-7410-3.CS1 maint: multiple names: authors list (link)
  3. ^ a b Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c. 1300, Edisi ke-2. London: Macmillan. m/s. 23–24. ISBN 0-333-57689-6.
  4. ^ Kenneth Warren Chase (2003). Firearms: a global history to 1700 (ed. illustrated). Cambridge University Press. m/s. 142. ISBN 0-521-82274-2. Dicapai pada 14 December 2011. Portugis menghabiskan waktu beberapa tahun, mencoba menjalin hubungan resmi dengan Tiongkok, tetapi Malaka sudah lama menjadi bagian dari tatanan penyetoran upeti Tiongkok, dan pihak Tiongkok akhirnya tahu mengenai serangan Portugis, sehingga menjadi curiga. Perutusan itu secara resmi ditolak pada 1521.
  5. ^ Nigel Cameron (1976). Barbarians and mandarins: thirteen centuries of Western travelers in China. Volume 681 of A phoenix book (ed. illustrated, reprint). University of Chicago Press. m/s. 143. ISBN 0-226-09229-1. Dicapai pada 18 July 2011. sang duta, dengan sangat efektif mencurahkan kisah kemalangannya, tentang kesukaran hidup dalam penjajahan Portugis di Malaka; ia menguatkan kisahnya dengan kisah-kisah lain tentang tindakan-tindakan keji Portugis di Maluku, sehingga (dengan cukup jujur) meyakinkan orang bahwasanya kunjungan-kunjungan niaga Eropa hanya permulaan belaka dari perampasan wilayah. Dengan sedikitnya kekuatan laut yang saat itu dimiliki Tiongkok |volume= has extra text (bantuan)
  6. ^ Zhidong Hao (2011). Macau History and Society (ed. illustrated). Hong Kong University Press. m/s. 11. ISBN 988-8028-54-5. Dicapai pada 14 December 2011. Pires datang sebagai seorang duta besar ke Beijing untuk merundingkan syarat-syarat dan ketentuan dagang dengan Tiongkok. Ia berhasil sampai ke Beijing, tetapi misinya gagal karena pertama-tama, ketika Pires berada di Beijing, Sultan Malaka yang terguling dari tahtanya juga mengirim seorang duta ke Beijing untuk mengadukan serangan dan penaklukan Portugis atas Malaka kepada kaisar. Malaka berada di bawah naungan perlindungan Tiongkok ketika Portugis merebutnya. Tentu saja Tiongkok tidak bersuka hati atas apa yang diperbuat Portugis di sana.
  7. ^ Ahmad Ibrahim, Sharon Siddique, Yasmin Hussain, penyunting (1985). Readings on Islam in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. m/s. 11. ISBN 9971-988-08-9. Dicapai pada 18 July 2011. di Tiongkok situasi jauh dari bersahabat; ini tampaknya berkaitan dengan keluhan penguasa Malaka, yang ditaklukkan Portugis pada 1511, ke hadapan kaisar Tiongkok, pelindungnya.CS1 maint: multiple names: editors list (link)
  8. ^ John Horace Parry (June 1, 1981). The discovery of the sea. University of California Press. m/s. 238. ISBN 0-520-04237-9. Dicapai pada 14 December 2011. In 1511 ... Alboquerque sendiri bertolak ... untuk menyerang Malaka ... Sultan Malaka mengungsi ke pesisir, untuk kemudian memapankan diri di rawa-rawa Johor, dari situ ia mengirimkan tuntutan-tuntutan untuk dibela kepada pelindungnya yang jauh, Kaisar Tionghoa. Petisi-petisi itu di kemudian hari membuat Portugis, yang sedang berupaya mendapatkan izin berdagang di Kanton, mengalami kesulitan yang besar
  9. ^ John Horace Parry (June 1, 1981). The discovery of the sea. University of California Press. m/s. 239. ISBN 0-520-04237-9. Dicapai pada 14 December 2011. Bila Portugis mencoba untuk masuk, dengan kapal-kapal milik mereka, ke Kanton itu sendiri, sambutan pemerintah Tiongkok—yang patut dimaklumi, mengingat reputasi mereka di Malaka—tidaklah ramah, dan setelah lewat beberapa dasawarsa barulah mereka mendapatkan tempat berpijak di Makau.
  10. ^ Ernest S. Dodge (1976). Islands and Empires: Western Impact on the Pacific and East Asia. Jilid 7 : Europe and the World in Age of Expansion. U of Minnesota Press. m/s. 226. ISBN 0-8166-0853-9. Dicapai pada 18 July 2011. Sepak-terjang Portugis yang tak termaafkan, digabungkan dengan kecerobohan pemilihan kata dalam surat-surat yang diajukan Pires kepada kaisar langit, ditambah dengan peringatan dari Sultan Melayu di Bintan, meyakinkan pihak Tiongkok bahwasanya Pires benar-benar berniat jahat
  11. ^ Kenneth Scott Latourette (1964). The Chinese, their history and culture, Jilid 1–2 (ed. 4, reprint). Macmillan. m/s. 235. Dicapai pada 18 July 2011. Penguasa Muslim Malaka, yang mereka gulingkan dari tahta, mengadukan mereka ke pemerintah Tiongkok. Seorang utusan Portugis, Pires, yang sampai ke Peking pada 1520 dianggap sebagai mata-mata, dan dipindahkan dengan titah kekaisaran ke Kanton
  12. ^ Wills, John E., Jr. (1998). "Relations with Maritime Europe, 1514–1662," dalam The Cambridge History of China: Jilid 8, The Ming Dynasty, 1368–1644, Bagian 2, 333–375. Disunting oleh Denis Twitchett, John King Fairbank, dan Albert Feuerwerker. New York: Cambridge University Press. ISBN 0-521-24333-5, 343-344.
  13. ^ C. Guillot, Denys Lombard, Roderich Ptak, penyunting (1998). Dari Mediterania ke Laut Tiongkok: berbagai catatan. Otto Harrassowitz Verlag. m/s. 179. ISBN 3-447-04098-X. Dicapai pada 14 December 2011. Para penulis Tionghoa berpendapat bahwa, orang-orang Tionghoa-Malaka tidaklah diperlakukan dengan baik oleh Portugis ... lazimnya memang kapal-kapal Tionghoa cenderung menghindari Malaka setelah 1511, malahan berlayar ke bandar-bandar lain. Agaknya sebagian besar bandar-bandar ini terletak di pesisir timur semenanjung Malaya dan di Sumatera. Johor, di pelosok selatan semenanjung, adalah tempat lain yang menjadi tujuan banyak orang Tionghoa ... Selepas 1511, banyak orang Tionghoa yang adalah orang-orang Muslim bersekutu dengan pedagang-pedagang Islam lain menentang Portugis; menurut Malay Annals of Semarang and Cerbon, warga Tionghoa yang menetap di pesisir utara Jawa terlibat dalam serangan-serangan balasan atas Malaka. Kapal-kapal Jawa memang dikirim namun mengalami kekalahan telak. Demak dan Jepara saja kehilangan lebih dari tujuh puluh kapal.CS1 maint: multiple names: editors list (link)
  14. ^ Peter Borschberg, National University of Singapore. Faculty of Arts and Social Sciences, Fundação Oriente (2004). Peter Borschberg (penyunting). Iberians in the Singapore-Melaka area and adjacent regions (16th to 18th century). Jilid 14 : South China and maritime Asia (ed. illustrated). Otto Harrassowitz Verlag. m/s. 12. ISBN 3-447-05107-8. Dicapai pada 14 December 2011. tetap saja yang lain menarik diri guna melanjutkan usaha dagang dengan orang-orang Jawa, Melayu, dan Gujarat...Bilamana dunia Islam mempertimbangkan untuk melancarkan serangan balasan terhadap Melaka Portugis, beberapa warga Tionghoa agaknya menyiapkan kapal-kapal dan modal. Orang-orang Tionghoa ini, berasal baik dari Fujian ataupun daerah lain, mungkin adalah keturunan Muslim. Kelompok ini agaknya terdiri atas faksi-faksi kecil yang mengungsi dari Campa setelah krisis tahun 1471.CS1 maint: multiple names: authors list (link)
  15. ^ Subrahmanyam, Sanjay (2012-04-10). The Portuguese Empire in Asia, 1500-1700: A Political and Economic History (dalam bahasa Inggeris). Chichester, UK: John Wiley & Sons, Ltd. m/s. 230–231. doi:10.1002/9781118496459. ISBN 978-1-118-49645-9.
  16. ^ Disney, A. R. (2009). A History of Portugal and the Portuguese Empire: From Beginnings to 1807: Volume 2: The Portuguese Empire. 2. Cambridge: Cambridge University Press. doi:10.1017/cbo9780511813337. ISBN 978-0-521-40908-7.
  17. ^ Subrahmanyam, Sanjay (2012). The Portuguese Empire in Asia, 1500-1700 A Political and Economic History (ed. 2., Auflage). New York, NY. m/s. 235. ISBN 978-1-118-27401-9. OCLC 894714765.
  18. ^ Sar Desai, D. R. “The Portuguese Administration in Malacca, 1511–1641.” Journal of Southeast Asian History, vol. 10, no. 3, 1969, pp. 501–512., doi:10.1017/S0217781100005056.
  19. ^ South East Asia, Colonial History: Imperialism before 1800. United Kingdom, Routledge, 2001. p.163
  20. ^ Boxer, C. R. (1973), The Portuguese seaborne empire 1415-1825 (dalam bahasa Inggeris), Penguin, m/s. 273–280
  21. ^ Boxer, C.R. (1977). Portuguese Seaborne Empire: 1415-1825. London: Hutchinson. m/s. 285–290.
  22. ^ Disney, A. R. (2009). A History of Portugal and the Portuguese Empire: From Beginnings to 1807: Volume 2: The Portuguese Empire. 2. Cambridge: Cambridge University Press. m/s. 164. doi:10.1017/cbo9780511813337. ISBN 978-0-521-40908-7.
  23. ^ Subrahmanyam, Sanjay (2012). The Portuguese empire in Asia, 1500-1700: a political and economic history (ed. 2nd). Chichester, UK: John Wiley & Sons. m/s. 130. ISBN 978-1-118-49645-9. OCLC 779165225.