Kayu raja (juga Mak.[3]), biraksa[3] (Cassia fistula[3]) adalah tumbuhan dalam cabang Caesalpinioideae keluarga Fabaceae. Berbunga kuning cerah dan indah, ia banyak ditanam sebagai pohon hias dan juga tanaman ubat tradisional. Tanaman ini tumbuh secara semula jadi di selatan dan tenggara benua Asia, tetapi kini menyebar luas ke pelbagai kawasan tropika.

Kayu raja
Pengelasan saintifik e
Domain: Eukaryota
Alam: Plantae
Klad: Trakeofit
Klad: Eudikot
Klad: Rosid
Order: Fabales
Keluarga: Fabaceae
Subkeluarga: Caesalpinioideae
Genus: Cassia
Spesies:
C. fistula
Nama binomial
Cassia fistula
Sinonim[2]
  • Bactyrilobium fistula Willd.
  • Cassia bonplandiana DC.
  • Cassia excelsa Kunth
  • Cassia fistuloides Collad.
  • Cassia rhombifolia Roxb.
  • Cathartocarpus excelsus G.Don
  • Cathartocarpus fistula Pers.
  • Cathartocarpus fistuloides (Collad.) G.Don
  • Cathartocarpus rhombifolius G.Don

Bunganya merupakan bunga kebangsaan Thailand. Ia juga lambang perayaan Vishu dalam kalangan masyarakat Malayali.[4]

Peristilahan

sunting

"Kayu raja" dan "biraksa" masing-masing pinjam terjemah Sanskrit: राजवृक्ष, lit.'rājavṛkṣa' dan serapan वृक्ष 'vṛkṣa' (kayu) sekognat beberapa nama setempat Asia Tenggara dan Asia Barat dipengaruhi warisan Hindu-Buddha:

  • Bahasa Thai: ราชพฤกษ์ rachapruek
  • Khmer: រាជព្រឹក្ស, rumi: reachapreuk
  • bak biratha (Aceh)
  • ᨄᨚᨂᨛ ᨑᨍ pong raja (Bugis)
  • Bahasa Nepal: राजवृक्ष

Nama-nama setempat rantau Nusantara lain yang diketahui adalah:[3]

Gambaran

sunting
 
Pelat botani menurut Blanco

Pohon peluruh daun, tinggi 10 hingga 20 m [5] dengan batang bebas cabang sekitar 5 m. Tajuk melebar menyebar. Kulit kayu berwarna abu-abu pucat dan halus ketika muda, mematang tua menjadi perang gelap dan kasar.[6]

Daun-daun tersusun berseling, majemuk menyirip genap, panjang 30-40 cm. Anak daun 3-8 pasang, bundar telur memanjang, berambut pendek, sisi bawahnya hijau biru 6–20 cm × 3.5–9 cm. Perbungaan berupa tandan terminal yang menggantung, 15–40 cm panjangnya, berbunga banyak, tidak rapat. Bunga-bunga berbau enak; kelopaknya pecah 5 dalam; mahkota 2-3.5 cm panjangnya, kuning cerah. Tiga tangkai sari yang terbawah berbentuk-S, lebih panjang daripada yang lainnya.[5]

Buah lenggainya bulat torak, 20–45 cm × 1.5 cm, menggantung, hitam dan tidak memecah ketika tua, dalamnya terbagi oleh sekat-sekat menjadi ruang-ruang berbiji-1.[5] Warna isi buahnya yang perang kemerahan tua dikenali dengan nama tersendiri yakni "tengguli" sempena nama Jawa pokok tersebut. Biji pipih kecokelatan, terletak melintang dalam ruang, 25-100 butir selenggai, di antarai oleh sekat dan sejenis daging buah yang lengkit berwarna perang kehitaman.[5][6]

Ekologi dan taburan

sunting
 
Ranting dan dedaun

Tengguli biasa didapati di lingkungan hutan gugur daun tropika[6] dan juga hutan-hutan jati. Pohon ini dilaporkan tahan terhadap naungan menengah, tahan kekeringan, dapat menahan curah hujan antara 480-2.l,720 mm setahun, suhu tahunan antara 18-29 °C dan pH tanah antara 5.5-8.7.[6]

Tengguli menyebar mulai dari Pakistan selatan di barat, India, Seri Langka di selatan, terus ke timur melalui Burma hingga ke Thailand. Kayu raja tumbuh liar di banyak tempat Nusantara dari Malaysia ke Indonesia; tanaman ini juga diintroduksi ke Australia, Ghana, Mesir, Mexico, dan Zimbabwe.

Kegunaan

sunting

Bahan ubat

sunting
 
Close up bunga

Tengguli banyak ditanam utama kerana bunganya yang indah tetapi ia ada manfaat perubatan juga. Isi buah yang masak dan biji-bijinya digunakan sebagai laksatif, begitu pula bunga, daun-daun dan kulit akarnya, meski dengan kekuatan yang lebih rendah.[7] Air rebusan akarnya digunakan untuk membersihkan luka dan bisul. Pepagannya digunakan di Jawa dan India untuk mengatasi penyakit kulit, sementara daun-daunnya di Filipina dipakai untuk menyembuhkan jangkitan kulat pada kulit. Di India, akarnya dipakai untuk merawat sakit demam. Kayu raja juga digunakan di Panama untuk merawat kencing manis.[7]

 
Polong yang masak

Dalam pengobatan moden, isi buah kayubraja yang kehitam-hitaman kadang kala dipakai sebagai laksatif menengah.[7] Simplisia (bahan ubat dasar) dari buah tengguli ini dikenal sebagai Fistulae Fructus (Buah Trengguli),[8] dan setidaknya pada masa lalu, dimasukkan sebagai salah satu simplisia yang wajib tersedia di farmasi.[9] Daging buah ini terutama mengandung hidroksimetil antrakinon, yang berkhasiat sebagai pencahar; dan juga gula, pektin, lendir, minyak pati yang berbau seperti madu.[8]

Bahan penyamak

sunting
 
Polong yang dibuka, memperlihatkan daging buah yang kehitaman dan bijinya

Kulit kayu raja menghasilkan tanin yang digunakan menyamak kulit, biasanya dicampur dengan kulit kayu pilang (Acacia leucophloea). Tanin dan bahan-bahan lain dari kulit ini dapat membentuk asid yang membantu percepatkan proses menyamak serta meningkatkan mutu kulit berubah warna yang baik berwarna kuning muda; sebagai bahan pembuatan kasut atau lapik kuda tunggangan.[3] Kadar kandungan tanin terhasil dari kulit kayu ini antara 12-18%.[10]

Perkakas tukangan kayu pokok ini yang bermutu baik, awet dan kuat; meskipun jarang yang panjang ukurannya. Kayu ini padat, berat dan keras; kuning pucat hingga kemerah-merahan pada yang tua, kayu terasnya kelabu kehitam-hitaman. Disebutkan bahawa serat-serat kayu tengguli ini kasar atau agak kasar; kekuatannya termasuk kelas kuat II dan kelas awet II.[3]

Sifat-sifat ini sedikit banyak mirip dengan kayu raja jawa (C. javanica) yang berkerabat. menghasilkan kayu berbobot ringan hingga berat, dengan ketumpatan antara 400–875 kg/m³; keras dan kuat, kayu terasnya berwarna kekuningan, kemerahan, hingga jingga-cokelat pucat bila lama kena udara. Kayu ini dapat dikeringkan dengan hasil baik, dengan hanya sedikit susut tanpa mengalami kerusakan yang berarti.[11]

Jenis serupa

sunting

Bebusuk atau tengguli wanggang atau bobondelan (C. javanica) memiliki buah dan perawakan pohon yang serupa. Perbedaan yang menyolok adalah pada bunganya yang memiliki mahkota merah tua hingga merah keputihan (C. fistula berwarna kuning), dan kelopak merah tua atau cokelat merah (C. fistula: hijau). Buah trengguli wanggang tidak memiliki daging buah yang cokelat kehitaman dan lengket, tetapi daging buah itu serupa gabus yang kering. Daun penumpu pada C. javanica berbentuk setengah bulan sabit, sedangkan pada C. fistula serupa paku.[5]

Rujukan

sunting
  1. ^ Botanic Gardens Conservation International (BGCI) & IUCN SSC Global Tree Specialist Group (2018). "Cassia fistula". Senarai Merah Spesies Terancam IUCN. 2018: e.T136142327A136142329. Dicapai pada 7 May 2022.
  2. ^ "The Plant List: A Working List of All Plant Species". Dicapai pada June 19, 2014.
  3. ^ a b c d e f Heyne, Karel (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. II. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. m/s. 918–20.
  4. ^ Anitha C. S. (14 Apr 2011). "When the Laburnum blooms". The Hindu. Dicapai pada 27 Sep 2013.
  5. ^ a b c d e van Steenis, C.G.G.J. (1981). Flora, untuk sekolah di Indonesia. Jakarta: PT Pradnya Paramita. m/s. 224–5.
  6. ^ a b c d ICRAF Agroforestry Tree Database: Cassia fistula L. Diarkibkan 2014-02-26 di Wayback Machine
  7. ^ a b c Toruan-Purba, A.V. (1999). "Cassia L.". Dalam Padua, L.S.; N. Bunyapraphatsara; R.H.M.J. Lemmens (penyunting). Plant Resources of South-East Asia - Medicinal and poisonous plants. 12. Bogor: Prosea Foundation. m/s. 181–5.
  8. ^ a b R.B. Sutrisno (1974). Ihtisar Farmakognosi. Jakarta: Pharmascience Pacific. m/s. 171.
  9. ^ Sutrisno, R.B. op cit.: 47
  10. ^ R.H.M.J. Lemmens; N. Wulijarni-Soetjipto, penyunting (1999). Sumber Daya Nabati Asia Tenggara. Bogor: Balai Pustaka - Jakarta dan Prosea Indonesia. m/s. 17. Text "volume3 - Tumbuh-tumbuhan penghasil pewarna dan tanin" ignored (bantuan)
  11. ^ Utomo, B.I.. 1999. Cassia L. in Sosef, M.S.M., L.T. Hong, & S. Prawirohatmodjo (Eds.) Plant Resources of South-East Asia 5(3) - Timber trees: Lesser known timber. 144-46. Prosea Foundation, Bogor.

Pautam luar

sunting