Komik adalah sejenis seni visual yang menggabungkan lukisan dan tulisan untuk menyampaikan cerita secara berturutan. Turutan cerita ini sering disampaikan dengan penanda visual atau tampak lain menunjukkan dialog, narasi, efek suara, atau informasi lain dalam teks secara menonjol seperti balon ucapan, keterangan, dan onomatopaeia; kelajuan penceritaan ini boleh ditentukan malah bergantung daripada pengukuran dan pengaturan panel itu sendirinya

Little Sammy Sneeze oleh Winsor McCay

Kartun dan bentuk-bentuk ilustrasi serupa adalah cara pembuatan gambar yang paling umum dalam komik; fumetti adalah bentuk yang menggunakan gambar fotografi. Bentuk umum komik termasuk lerang komik, editorial dan lelucon, dan buku komik. Sejak akhir abad ke-20, volume yang terikat seperti novel grafik, album komik, dan tankōbon telah menjadi semakin umum, sementara webcomic telah berkembang di abad ke-21.

Etimologi

sunting

Perkataan "komik" asalnya menyerap istilah bahasa Belanda komiek diakar bahasa Yunani Klasik κωμικός kōmikos terbitan κῶμος kômos (berseronok) melalui bahasa Jerman Tinggi;[1] Kitab Vortaro (1932) memberikan takrifan awal dalam bahasa Melayu sebagai "badoetan; banjolan; djinaka".[2] Kata awal lain yang sama penting digunakan memadankan konsep ini ialah kelawak terbitan kata lawak yang digunakan Nazif bin Achmadin dalam isu Januari 1947 majalah Kenchana suntingan Harun Aminurrashid.[3]

Takrifan

sunting

Komik ialah satu medium grafik dimana lukisan-lukisan disusun dalam petak. Petak-petak itu menggambarkan peristiwa yang ingin disampaikan dan juga mengandungi belon-belon yang berisi dialog supaya watak-watak dalam komik tersebut seolah-olah menjadi hidup.

Terminologi

sunting

Pada tahun 1996, Will Eisner menerbitkan buku Graphic Storytelling, di mana beliau mendefinisikan komik sebagai "tatanan gambar dan bebelon kata yang berurutan dalam sebuah buku komik." Sebelumnya, pada tahun 1986, dalam buku Comics and Sequential Art, Eisner mendefinisikan teknis dan struktur komik sebagai sequential art, "susunan gambar dan kata-kata untuk menceritakan sesuatu atau mendramatisasi suatu ide".

Dalam buku Understanding Comics (1993) Scott McCloud mendefinisikan seni sekuensial dan komik sebagai

juxtaposed pictorial and other images in deliberate sequence, intended to convey information and/or to produce an aesthetic response in the viewer.

Para ahli masih belum sependapat mengenai definisi komik. Sebagian diantaranya berpendapat bahwa bentuk cetaknya perlu ditekankan. Yang lain lebih mementingkan kesinambungan gambar dan teks. Sebagian lain lebih menekankan sifat kesinambungannya (sequential). Definisi komik sendiri sangat mulur, kerana itu maka berkembanglah berbagai istilah baru seperti:

Dalam lingkup Nusantara, Harun Aminurrashid (1952) di Malaysia pernah menyebut 'cerita bergambar' sebagai suaian istilah cartoons dalam bahasa Inggeris. Di Indonesia terdapat sebutan tersendiri untuk komik seperti diungkapkan oleh pengamat budaya Arswendo Atmowiloto (1986) iaitu cerita gambar atau disingkat menjadi cergam yang dicetuskan oleh seorang komikus Medan bernama Zam Nuldyn sekitar tahun 1970. Sementara itu Seno Gumira Ajidarma (2002), jurnalis dan pengamat komik, mengemukakan bahawa komikus Teguh Santosa dalam komik Mat Romeo (1971) pernah mengiklankan karya mereka dengan kata-kata "disadjikan setjara filmis dan kolosal" yang sangat relevan dengan novel bergambar.

Istilah cerita bergambar

sunting

Akronim cerita (ber)gambar, menurut Marcell Boneff mengikuti istilah cerpen (cerita pendek) yang sudah terlebih dahulu digunakan, dan konotasinya menjadi lebih bagus, meski terlepas dari masalah tepat tidaknya dari segi kebahasaan atau etimologis katanya.

Tetapi menilik kembali pada kelahiran komik, maka adanya teks dan gambar secara bersamaan dinilai oleh Francis Laccasin (1971) sebagai sarana pengungkapan yang benar-benar asli. Kehadiran teks bukan lagi suatu keharusan kerana ada unsur motion yang bisa dipertimbangkan sebagai jati diri komik lainnya.

Kerana itu di dalam istilah komik klasik indonesia, cerita bergambar, tak lagi harus bergantung kepada cerita tertulis. Hal ini disebut Eisner sebagai graphic narration (terutama di dalam filem dan komik). menceritakan tentang perjalanan atau jalan cerita yang tepat.

Penggayaan

sunting

Komik menurut Laccasin (1971) dan koleganya dinobatkan sebagai seni ke-sembilan. Walaupun sesungguhnya ini hanya sebuah simbolisasi penerimaan komik ke dalam ruang wacana senirupa. Bukanlah hal yang dianggap penting siapa atau apa saja seni yang kesatu sampai kedelapan.

Menurut sejarahnya sekitar tahun 1920-an, Ricciotto Canudo pendiri Club DES Amis du Septième Art, salah satu klub sinema Paris yang awal, seorang teoritikus film dan penyair dari Italia inilah yang mengutarakan urutan 7 kesenian di salah satu penerbitan klub tersebut tahun 1923-an. Kemudian pada tahun 1964 Claude Beylie menambahkan televisyen sebagai yang kedelapan, dan komik berada tepat dibawahnya, seni kesembilan.

Thierry Groensteen, teoritikus dan pengamat komik Prancis yang menerbitkan buku kajian komiknya pada tahun 1999 berjudul "Système de la bande dessinée (Formes sémiotiques)" yang akan terbit tahun 2007 menjadi "The System of Comics". Ia berbicara definisi seni kesembilan dalam pengantar edisi pertama majalah "9e Art" di Prancis. Menurutnya, yang pertama kali memperkenalkan istilah itu adalah Claude Beylie. Dia menulis judul artikel, "La bande dessinee est-elle un art?", dan seni kesembilan itu disebut pada seri kedua dari lima artikel di majalah "Lettres et Medecins", yang terbit sepanjang Januari sampai September 1964.

Baru kemudian pada tahun 1971, F. Laccasin mencantumkan komik sebagai seni kesembilan di majalah "Pour un neuvieme art", sebagaimana yang dikutip oleh Marcel Boneff pada 1972 di dalam Komik Indonesia .

Sejarah

sunting

Sejarah komik moden bermula di Barat. Pada mulanya komik hanya disiarkan di akhbar-akbar harian dengan gaya lukisan kartun dimana ia mengandungi unsur-unsur humor dan juga kritikan. Perkataan komik yang berasal daripada perkataan 'comic' dalam bahasa Inggeris itu sendiri bermaksud 'bersifat lucu'.

Namun kemudian komik-komik berunsur aksi mula diterbitkan. Antara komik-komik aksi yang terawal adalah Superman, Batman, Wonder Woman, Spider-Man, Hulk dan Captain America. Kewujudan komik telah berkembang ke Asia pada Perang Dunia ke-2. Jepun yang turut terpengaruh dengan budaya ini telah berjaya mencipta manga yang merupakan identiti gaya lukisan Jepun.

Lihat juga

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ M. Philippa, F. Debrabandere, A. Quak, T. Schoonheim & N. van der Sijs, penyunting (2009). "komiek (grappig)". Etymologisch Woordenboek van het Nederlands. Amsterdam – melalui EtymologieBank.CS1 maint: multiple names: editors list (link)
  2. ^ Kwik Khing Djoen (1923). "komiek". Kitab Vortaro: Segala Perkatahan-Perkatahan Asing Jang Soeda Oemoem Di Goena Ken Di Dalem Soerat-Soerat Kabar Melayoe. Batavia: Sin Po. m/s. 176.
  3. ^ Gallop, Annabel Teh (Dec 2022). "Malay Comic Books from the 1950s and 1960s in the British Library" (PDF). Southeast Asia Library Group Newsletter. Thai, Lao and Cambodian Collections, The British Library (54): 44–70.

Pautan luar

sunting