Kementerian Agama Republik Indonesia
Kementerian Agama Republik Indonesia (Jawi: کمنترين اݢام ريڤوبليک إندونيسيا , disingkatkan kepada Kemenag RI) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan keagamaan, dan bimbingan masyarakat
Intisari agensi | |
---|---|
Dibentuk | 19 Ogos 1945 |
Bidang kuasa | Pemerintah Indonesia |
Ibu pejabat | Jalan Lapangan Banteng Barat no. 3–4 Jakarta Pusat Jakarta, Indonesia |
Moto | Ikhlas Beramal |
Menteri bertanggungjawab | |
Laman sesawang | www |
Kementerian ini dipimpin oleh seorang Menteri Agama (disingkatkan kepada Menag) dijawat oleh Yaqut Cholil Qoumas
Sejarah
suntingHakikat politik menjelang dan masa awal kemerdekaan menunjukkan bahwa pembentukan Kementerian Agama memerlukan perjuangan tersendiri. Dalam rapat besar (sidang) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, tanggal 11 Juli 1945 Mr. Muhammad Yamin mengusulkan perlu diadakannya kementerian yang istimewa, yaitu yang berhubungan dengan agama yakni Kementerian Islamiyah yang menurutnya memberi jaminan kepada umat Islam (masjid, langgar, surau, wakaf) yang di tanah Indonesia dapat dilihat dan dirasakan artinya dengan kesungguhan hati. Tetapi usulnya tentang ini tidak begitu mendapat sambutan.[1][2]
Pada waktu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melangsungkan sidang hari Minggu, 19 Agustus 1945 untuk membicarakan pembentukan kementerian/departemen, usulan tentang Kementerian Agama tidak disepakati oleh anggota PPKI. Hanya enam dari 27 Anggota PPKI yang setuju didirikannya Kementerian Agama. Beberapa anggota PPKI yang menolak antara lain: Johannes Latuharhary mengusulkan kepada rapat agar masalah-masalah agama diurus Kementerian Pendidikan Republik. Abdul Abbas seorang wakil Islam dari Lampung, mendukung usul agar urusan agama ditangani Kementerian Pendidikan. Iwa Kusumasumatri, seorang nasionalis dari Jawa Barat, setuju gagasan perlunya Kementerian Agama tetapi karena pemerintah itu sifatnya nasional, agama seharusnya tidak diurus kementerian khusus. Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan Taman Siswa, lebih suka urusan-urusan agama menjadi tugas Kementerian Dalam Negeri. Dengan penolakan beberapa tokoh penting ini, usul pembentukan Kementerian Agama akhirnya ditolak.[1][2]
Keputusan untuk tidak membentuk Kementerian Agama dalam kabinet Indonesia yang pertama, menurut B.J. Boland, telah meningkatkan kekecewaan orang-orang Islam yang sebelumnya telah dikecewakan oleh keputusan yang berkenaan dengan dasar negara oaitu Pancasila, dan bukannya Islam atau Piagam Jakarta.[1]
Ketika Kabinet Presidensial dibentuk di awal bulan September 1945, jabatan Menteri Agama belum diadakan. Demikian halnya, di bulan Nopember, ketika kabinet Presidential digantikan oleh Kabinet Parlementer di bawah Perdana Menteri Sjahrir. Usulan pembentukan Kementerian Agama pertama kali diajukan kepada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat pada tanggal 11 November 1946 oleh K. H. Abudardiri, K. H. Saleh Suaidy, dan M. Sukoso Wirjosaputro, yang semuanya merupakan anggota KNIP dari Karesidenan Banyumas. Usulan ini mendapat dukungan dari Mohammad Natsir, Muwardi, Marzuki Mahdi, dan Kartosudarmo yang semuanya juga merupakan anggota KNIP untuk kemudian memperoleh persetujuan BP-KNIP.[2]
Kelihatannya, usulan tersebut kembali dikemukakan dalam sidang pleno BP-KNIP tanggal 25-28 Nopember 1945 bertempat di Fakultas Kedokteran UI Salemba. Wakil-wakil KNIP Daerah Karesidenan Banyumas dalam pemandangan umum atas keterangan pemerintah kembali mengusulkan, antara lain; Supaya dalam negara Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama hanya disambillalukan dalam tugas Kementerian Pendidikan, Pengajaran & Kebudayaan atau departemen-departemen lainnya, tetapi hendaknya diurus oleh suatu Kementerian Agama tersendiri.[2]
Usul tersebut mendapat sambutan dan dikuatkan oleh tokoh-tokoh Islam yang hadir dalam sidang KNIP pada waktu itu. Tanpa pemungutan suara, Presiden Soekarno memberi isyarat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta, yang kemudian menyatakan, bahwa Adanya Kementerian Agama tersendiri mendapat perhatian pemerintah. Sebagai realisasi dari janji tersebut, pada 3 januari 1946 pemerintah mengeluarkan ketetapan NO.1/S.D. yang antara lain berbunyi: Presiden Republik Indonesia, Mengingat: Usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, memutuskan: Mengadakan Departemen Agama.[2]
Pengumuman berdirinya Kementerian Agama disiarkan oleh pemerintah melalui siaran Radio Republik Indonesia. Haji Mohammad Rasjidi diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri Agama RI Pertama. H.M. Rasjidi adalah seorang ulama berlatar belakang pendidikan Islam modern dan di kemudian hari dikenal sebagai pemimpin Islam terkemuka dan tokoh Muhammadiyah. Rasjidi saat itu adalah menteri tanpa portfolio dalam Kabinet Sjahrir. Dalam jabatan selaku menteri negara (menggantikan K.H.A.Wahid Hasjim), Rasjidi sudah bertugas mengurus permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam.[1]
Kementerian Agama mengambil alih tugas-tugas keagamaan yang semula berada pada beberapa kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri, yang berkenaan dengan masalah perkawinan, peradilan agama, kemasjidan dan urusan haji; dari Kementerian Kehakiman, yang berkenaan dengan tugas dan wewenang Mahkamah Islam Tinggi; dari Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, yang berkenaan dengan masalah pengajaran agama di sekolah-sekolah.[1]
Keputusan dan penetapan pemerintah ini dikumandangkan di udara oleh RRI ke seluruh dunia, dan disiarkan oleh pers dalam, dan luar negeri, dengan H. Rasjidi BA sebagai Menteri Agama yang pertama Pembentukan Kementerian Agama segera menimbulkan kontroversi di antara berbagai pihak. Kaum Muslimin umumnya memandang bahwa keberadaan Kementerian Agama merupakan suatu keharusan sejarah dan merupakan kelanjutan dari instansi yang bernama Shumubu (Kantor Urusan Agama) pada masa pendudukan Jepang, yang mengambil preseden dari Het Kantoor voor Inlandsche Zaken (Kantor untuk Urusan Pribumi Islam pada masa kolonial Belanda. Bahkan sebagian Muslim melacak eksistensi Kementerian Agama ini lebih jauh lagi, ke masa kerajaan-kerajaan Islam atau kesultanan, yang sebagiannya memang memiliki struktur dan fungsionaris yang menangani urusan-urusan keagamaan.[2]
Tugas dan fungsi
suntingKementerian Agama mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang keagamaan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Agama menyelenggarakan fungsi:
- perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang keagamaan;
- pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama;
- pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agama;
- pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Agama di daerah;
- pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan
- pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.[3]
Susunan organisasi
suntingOrganisasi Kementerian Agama terdiri daripada 11 (sebelas) unit kerja yang disusun sebagai berikut:
- Sekretariat Jenderal;
- Direktorat Jenderal Pendidikan Islam;
- Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah;
- Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam;
- Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen;
- Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik;
- Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu;
- Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha;
- Inspektorat Jenderal;
- Badan Penelitian dan Pengembangan, dan Pendidikan dan Pelatihan; dan
- Badan Penyelanggara Jaminan Produk Halal[4]
Selain unit kerja tersebut di atas, Menteri Agama dibantu oleh 3 (tiga) staf ahli dan 2 (dua) pusat yaitu:
- Staf Ahli:
- Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan Keagamaan;
- Staf Ahli Bidang Manajemen Komunikasi dan Informasi; dan
- Staf Ahli Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia.
- Pusat:
- Pusat Kerukunan Umat Beragama; dan
- Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat
- Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khong Hu Cu.
Lihat pula
suntingRujukan
sunting- ^ a b c d e Sejarah Pembentukan Kementerian Agama
- ^ a b c d e f sulsel1.kemenag.go.id: Lintasan Sejarah Agama-Agama di Indonesia Oleh Sudirman, S.Ag
- ^ "Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama" (PDF). Diarkibkan daripada yang asal (PDF) pada 2015-02-22. Dicapai pada 2019-10-13.
- ^ Peraturan Diarkibkan 2015-09-28 di Wayback Machine Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama