Jukung atau juga dikenal sebagai cadik adalah perahu kecil bercadik kayu dari Indonesia. Ia adalah perahu nelayan tradisional, tetapi penggunaan yang lebih baru termasuk sebagai "Jukung Dives", yaitu penggunakan perahu untuk kendaraan untuk kelompok kecil penyelam.

Jukung di Bali

Jukung bercadik ganda hanyalah salah satu dari banyak jenis kano bercadik Pasifik / Asia yang menggunakan layar cakar ketam tradisional yang terdapat di seluruh Polinesia. Meskipun layar ini agak sukar dalam belayar melawan angin, jukung sangat baik kemampuannya dalam belayar ke arah angin. Mereka biasanya dihiasi dengan baik dan memiliki busur seperti ikan marlin.

Orang-orang di Kalimantan juga memangggil perahu mereka sebagai Jukung. Ia digunakan untuk pengangkutan dalam akiitivi sehari-hari seperti pergi kerja, ke sekolah, atau berbelanja di pasar terapung (Pasar Terapung merupakan objek wisata yang sangat terkenal).

Saat ini ada versi moden jukung yang terbuat dari pipa High Density Polyethylene (HDPE) di Indonesia. Diiklankan sebagai perahu yang tidak dapat tenggelam, badan utama terbuat dari pipa HDPE tertutup yang mengandung udara tertutup sebagai sumber kuasa apungnya.[1]

Jenis-jenis jukung

sunting
  • Jukung gede. Jenis jukung yang besar, digunakan untuk mengangkut 4–5 lembu dari Bali ke Nusa Penida di selat Lombok, sering dilihat di pantai Kusamba.[2]
  • Jukung payangan. Ini adalah jukung penangkap ikan yang besar dan terkenal dari Salompeng. Panjangnya sekitar 15 m dengan 5 orang awak. Payang sendiri merujuk pada suatu jenis jaring yang ditarik atau diseret.[2]
  • Jukung polangan. Jenis jukung biasa di Sepulu, dengan bahagian belakang yang terproyeksi, mempunyai tiang penyangga cadik, dan lima tempat duduk (disebut polangan). Bagian sirip depan dan belakang diukir dan dicat dengan emas. Badannya menggunakan badan jukung Madura.[2]

Perlombaan Jukung

sunting
 
Jukung di pantai, dari arkib Tropenmuseum (sekitar 1970).

Pada akhir 1980-an, ada perjalanan pelayaran lebih dari 1000 mil laut menggunakan jukung terbuka oleh sembilan kru, yang belayar dari Bali ke Darwin melintasi Laut Timor. Krunya berasal dari Selandia Baru, Australia, AS, Inggris, Jepang, Prancis, Jerman, Belanda, dan Indonesia. Ini adalah ekspedisi tiga bulan yang didalangi oleh Bob Hobmann, difilemkan dan dijadikan dokumentari yang disebut "Passage out of Paradise"; diketengahkan oleh National Geographic Society sebagai "The Great Jukung Race". Ini adalah ekspedisi pertama dari jenis ini, mengikuti laluan pelayaran austronesia yang dikatakan telah wujud sejak 7.000 tahun.

Ekspedisinya bermula di Bali, apabila para kru sudah akrab berlayar dengan Jukung mereka, mereka memulakan pengembaraan dua bulan mengikuti laluan pelayar kuno (1000 tahun SM), di sepanjang Kepulauan timur melalui Pulau Komodo. Mereka menyelesaikan perjalanan dengan belayar 5 hari berbahaya melewati Laut Arafura ke Darwin, melalui Kepulauan Tiwi.

Cabaran yang dihadapi ialah angin ribut yang memerlukan banyak perbaikan kapal, semburan air, sinar matahari yang berlebihan, panas, atau hujan, arus yang merugikan & pusaran air. Bahaya termasuk terkandas ke pulau Timor yang dilanda perang, perilaku tidak dapat diramal dari penduduk desa terpencil, bisul air garam, jangkitan luka, kekurangan zat makanan, terhempas dengan kapal fret di malam hari, penampakan paus sperma dan jerung putih besar. Sesetangah pelaut diserang oleh lebah ketika bersiap-siap meninggalkan kem pantai yang terpencil. Para kru memberontak & setuju memutuskan untuk berlayar sebagai satu kumpulan, dan bukan bersaing antara satu sama lain dari perjalanan, untuk keselamatan mereka.

Akibatnya, semua pelaut secara ajaib berjaya menahan taufan lebih daripada 110 km/jam dalam bakul buluh kecilnya (1.83 m panjang, 50 cm lebar), walaupun krew Australia hilang selama 2 hari, dia menemui pengawal pantai Australia, dengan Jukung yang musnah dihanyutkan di sebuah pulau.

Armada dari 9 jukung dan 18 pelaut antarabangsa secara tradisinya disambut oleh penduduk tempatan Aborigin pulau Melville, dan berjaya mencapai destinasi terakhir mereka di Darwin, Australia.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Aquatec - Keramba Jaring Apung, Dermaga Apung dan Perahu HDPE". www.aquatec.co.id. Dicapai pada 18 April 2018.
  2. ^ a b c Horridge (1981). m/s.189.

Rujukan luar

sunting